GLOBALISASI DAN EKSPLOITASI
(perbudakan modern)
Globalisasi dan eksploitasi (perbudakan modern) - Indonesia negara kaya nan indah, namun rakyatnya hidup miskin, melarat,
jauh dari sejahtera. Kenyataan ini kian parah dengan munculnya globalisasi. Globalisasi
yang dapat diartikan proses meningkatnya aliran barang, jasa, uang, gagasan,
perdagangan, informasi, dan budaya bergerak melintasi batas-batas
negara. Hal tersebut merupakan gerakan menuju terciptanya pasar atau kebijakan
yang melintasi batas nasional. Kondisi ini merupakan tantangan untuk umat
manusia khususnya di negara-negara dunia ketiga (terutama Indonesia).
Globalisasi berdampak dalam berbagai sektor kehidupan, diantaranya dalam bidang
ekonomi yang menciptakan jurang kesenjangan sosial, yang kaya semakin kaya dan
yang miskin semakin miskin.
Globalisasi ekonomi didukung oleh sebuah kekuatan yang luar biasa
hebatnya, yaitu apa yang disebut liberalisme ekonomi, sering juga disebut
kapitalisme pasar bebas. Kapitalisme pasar merupakan sistem ekonomi yang
mengatur proses produksi dan pendistribusian barang serta jasa. kapitalisme ini
berciri: sebagian besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu,
barang dan jasa diperdagangkan bebas yang bersifat kompetitif, modal investasi
dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba. Dalam perkembangannya sistem kapitalisme
ini berkembang tidak sehat, karena munculnya persaingan tidak sehat dan
mengabaikan unsur etika dan moral. Dimana yang modalnya kuat akan menguasai
yang lemah. Globalisasi yang digadang gadang akan memajukan ekonomi negara berkembang dan memberikan manfaat
yang baik bagi
masyarakat kecil serta memberikan pemerataan dalam hal ekonomi ternyata malah memberikan penderitaan bagi
negara-negara dunia ketiga
yang menjadi sarang kapitalis tersebut.
Modernisasi sebagai bentuk ekspansi sistem ekonomi kapitalis.
Modernisasi erat kaitannya dengan globalisasi. Arus globalisasi yang semakin
kencang membuat informasi semakin cepat untuk didapat. Globalisasi
juga membuat para kapitalis yang ada
diseluruh dunia mencari tempat yang memiliki tingkat upah
buruh yang rendah seperti indonesia , china , dan juga di wilayah wilayah dunia
ketiga lain. Hal ini merupakan cita-cita sekelompok orang yang
berkuasa di dunia untuk menciptakan suatu tatanan sistem ekonomi yang global
yaitu sistem kapitalis. “ New Rules Of The World ” begitu ungkapan John Pilger
terhadap sistem kapitalis sekarang ini yang menguasai dunia. Penyebab dari
eksploitasi terhadap buruh dan akar dari pergerakan buruh yang menuntut
keadilan.
1.1 Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
(1)
Bagaimana
gambaran umum globalisasi yang terjadi di indonesia?
(2)
Bagaimana
dampak globalisasi terhadap negara-negara dunia ketiga khususnya Indonesia?
1.2 Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan ini adalah untuk mengetahui:
(1)
Gambaran umum globalisasi yang terjadi di
indonesia.
(2)
Dampak globalisasi terhadap negara-negara
ketiga khususnya Indonesia.
1.3 Manfaat
Penulisan
(1)
Dari
segi teoritis, penulisan ini diharapkan dapat berguna untuk menambah wawasan
dan pemahaman penulis tentang globalisasi dan dampaknya.
(2)
Dari
segi praktis, penulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan bahan
informasi bagi pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Globalisasi di Indonesia
Globalisasi bukanlah hal baru, globalisasi sudah masuk ke indonesia
sejak era kepemimpinan rezim Soeharto. Globalisasi itu pula yang telah
menyebabkan berbagai permasalahan perekonomian di Indonesia. Globalisasi
memicu terjadinya pertumbuhan ekonomi yang bebas dan tanpa pandang bulu, akan melibas siapa saja yang
tidak memiliki modal, baik berupa kapital maupun
alat produksi. Para elit dengan kemampuan
kapital yang kuat akan menanamkan modalnya pada perusahaan asing yang masuk ke indonesia. Imbasnya para rakyat kecil
yang tidak memiliki modal kapital maupun
alat produksi akan menjadi semakin terasing dan mau tidak mau harus bekerja
pada industri yang membayar pekerjanya dengan harga murah.
Hal seperti ini membuat kualitas SDM semakin sulit untuk ditingkatkan. Para buruh tidak ada pilihan lain selain
bekerja pada sektor industri yang mengeksploitasi mereka, hal itu disebabkan
pemerintah tidak punya solusi untuk menanggulangi pengangguran yang ada di
indonesia. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh seorang pimpinan organisasi dan
tahanan politik bernama Dita Sari dalam film dokumenter John Pilger berjudul The New Rulers of The World. Dita Sari mengutarakan“bahwa
pemerintah pun tidak bisa menanggulangi permasalah pengangguran yang ada di
Indonesia, pemerintah hanya mengeluh dan kode etik pekerja pun tidak akan
pernah berlaku di Indonesia. Orang miskin sudah semakin miskin , pengangguran
semakin banyak muncul dan ini membuat pekerja tidak akan pernah bisa menolak untuk bekerja walaupun dengan upah
yang rendah.”
buruh tidak ada pilihan lain selain
bekerja pada sektor industri yang mengeksploitasi mereka, hal itu disebabkan
pemerintah tidak punya solusi untuk menanggulangi pengangguran yang ada di
indonesia. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh seorang pimpinan organisasi dan
tahanan politik bernama Dita Sari dalam film dokumenter John Pilger berjudul The New Rulers of The World. Dita Sari mengutarakan“bahwa
pemerintah pun tidak bisa menanggulangi permasalah pengangguran yang ada di
Indonesia, pemerintah hanya mengeluh dan kode etik pekerja pun tidak akan
pernah berlaku di Indonesia. Orang miskin sudah semakin miskin , pengangguran
semakin banyak muncul dan ini membuat pekerja tidak akan pernah bisa menolak untuk bekerja walaupun dengan upah
yang rendah.”
Seharusnya
buruh mendapatkan keadilan atas jerih payah mereka, tapi hal tersebut masih jauh panggang dari api. Selain
organisasi buruh yang masih lemah, juga aparat/pihak yang berwenang masih
mempersulit buruh. Buruh tak ubahnya sapi
perahan yang dipaksa kerja tanpa peduli akan kesejahteraan mereka. Negara dengan pemerintahan yang bersih dan beretika sangat dibutuhkan Indonesia dan negara negara dunia ketiga
lainnya
untuk mengatasi permasalah tersebut. Namun kenyataannya, di Indonesia
pemerintahlah yang menciptakan kondisi yang bermasalah tersebut. Dokumen internal Bank
Dunia menyebutkan
bahwa sepertiga pinjaman bank untuk diktator Soeharto masuk ke kantong kroni
dan pejabat korup-nya. Totalnya sekitar 80 trilyun rupiah. Globalisasi berarti
modal (uang
besar)
yang dapat dipindahkan kemana dan kapan saja dengan aman. Tahun 1998, modal
jangka pendek tiba-tiba berpindah ke Asia dan hanya dalam semalam mampu
melumpuhkan ekonomi Asia.
Seiring
dengan krisis ekonomi, Indonesia nyaris terjadi revolusi. Soeharto dipaksa
mundur setelah puluhan tahun berhasil mencuri uang 150 trilyun rupiah. Selama lebih dari 30 tahun berkuasa, Soeharto
membagikan hasil rampasannya untuk keluarga dan kroninya. Semua jaringan
kekuasaan nasional dimiliki
mereka. Mulai dari stasiun televisi hingga monopoli angkutan taxi. Bermobil
dari bandara Jakarta kita bahkan harus membayar bea jalan tol kepada anak
perempuan Soeharto. Bangunan-bangunan yang
belum selesai ini adalah tanda hasil korupsi di Asia kini, yang oleh Bank Dunia
disebut-sebut sebagai keajaiban ekonomi.
2.2
Dampak Globalisasi
Globalisasi memang
menimbulkan banyak implikasi baik positif maupun negatif. Tapi jelas dalam film, John Pilger memunculkan
lagi wacana tentang buruknya globalisasi yang terjadi di Indonesia dan
negara-negara dunia ketiga. Mulai dari pekerja yang dieksploitasi sangat tidak
manusiawi, sampai dengan organisasi
organisasi global seperti IMF, WTO, World Bank yang sebenarnya malah mencekik Indonesia
dan negara-negara dunia ketiga untuk terus menggelontorkan uangnya. Kesenjangan juga
terlihat jelas, yang kaya menjadi semakin
kaya dan yang miskin semakin miskin. Globalisasi merupakan jalan untuk
membuat kesenjangan yang semakin jauh dan akan semakin mempersulit terjadinya
integrasi sosial, karena adanya perbedaan
strata dan juga kepentingan yang terlalu jauh antara rakyat kecil/miskin dengan elit yang
semakin kenyang akan kapital.

Globalisasi
dari awal kemunculannya pada masa orde baru (era kepemimpinan Soeharto) telah
memunculkan tragedi, yaitu “Holocoust dan Rencana
Pengambilalihan Bisnis Indonesia”.
Dalam filmnya, John Pilger menjelaskan proses terjadinya holocoust tersebut. John
Pilger juga mengatakan, “Diam-diam, Inggris dan
Amerika berkonspirasi mendukung Jenderal Soeharto. Duta besar Amerika mengaku
bersimpati dan kagum akan “hasil
kerja”
angkatan darat. Ribuan orang dikumpulkan. Rahasia-rahasia itu, diungkapkan oleh
para pejabat Amerika pada saat ini.
CIA
memberikan daftar berisi nama 5000
“musuh”
dan pejabat kedutaan memastikan nama-nama itu harus dibunuh. Duta besar Inggris
menganjurkan: “tembakan kecil demi perubahan yang baik”.”
Selanjutnya berisi wawancara John Pilger dg Roland Challis (Koresponden
BBC dimasa tahun 1964-1969) tentang kronologi
pembantaian awal kekuasaan rezim Soeharto. Sebuah
kesaksian yang mencengangkan. Dilanjut dengan narasi John Pilger: Media massa Amerika tidak
memberitakan tragedi itu sebagai kejahatan kemanusiaan, tapi sebuah peristiwa
demi keuntungan ekonomi Barat. Majalah Time menyebutnya: “Balas Dendam dengan
senyuman” dan “Berita terbaik Barat selama bertahun-tahun.” Media lain
menggambarkan sebagai “seberkas
cahaya redup di Asia”. Benih
globalisasi ditanam di atas genangan darah.
John Pilger menjelaskan kronologi proses perencanaan pengambilalihan
bisnis di Indonesia: Di tahun 1967, perusahaan Timelife mengadakan sebuah
konferensi di Swiss yang merencanakan pengambilalihan bisnis Indonesia.
Konferensi ini dihadiri oleh para pebisnis besar dan terkuat di dunia, misalnya
David Rockefeller. Raksasa kapitalisme Barat diwakili oleh perusahaan minyak,
bank, General Motors, British Lyeland, ICI, British American Tobacco, Leman
Brothers, American Express, Siemens. Di seberang meja dalam konferensi hadir
para pemimpin Indonesia yang dikirim Soeharto. Bagi dunia bisnis Barat, hal ini
merupakan awalan yang baik menuju globalisasi. Tidak seorangpun berbicara
mengenai pembantaian satu juta manusia itu.
Jeffery Winters, Universitas Northwestern, AS menjelaskan bahwa
pertemuan itu adalah awal Indonesia menjadi budak bagi negara-negara barat: Situasi
semacam itu belum pernah saya dengar sebelumnya dimanapun ketika pengusaha
seluruh dunia bertemu di sebuah negara dan menentukan prasyaratnya untuk masuk
ke sebuah negara itu. Konferensi itu berlangsung tiga hari. Hari pertama wakil
Indonesia tampil memberikan uraiannya. Di hari kedua, mereka membaginya menjadi
lima: pertemuan sektoral, pertambangan, jasa makanan, industri ringan,
perbankan dan keuangan – Chase Manhattan juga hadir disana. Kemudian mereka
menyusun kebijakan yang menguntungkan investor sedunia itu untuk masuk ke
setiap sektor. Mereka berkata kepada para pemimpin Indonesia, “inilah yang perlu kami lakukan, ini, ini, ini,..”. Kemudian
mereka menyusun infrastruktur hukum untuk kepentingan investasi mereka di
Indonesia.
Barry Coates dari Gerakan Pembangunan Dunia mengatakan: Hutang
sebagai alat kebijakan IMF dan Bank Dunia diterapkan di banyak negara dunia
ketiga. Kondisi saat ini adalah negara-negara termiskin sudah berada dalam
lingkaran setan kemiskinan. Mereka tidak bisa keluar, bahkan penghapusan
hutangpun tidak mampu menyelamatkan mereka dari perangkap kemiskinan. Ini bukan
masalah penghapusan hutang karena banyak hutang diberikan di bawah tekanan
lembaga-lembaga internasional atau karena kolusi dengan pemerintah yang tidak
memihak rakyatnya.
Tentang utang Indonesia sampai saat ini dan bagaimana solusinya? John
Pilgers menarasaikan sebagai berikut: Dokumen internal Bank Dunia membenarkan
bahwa sepertiga pinjaman bank untuk diktator Soeharto masuk ke kantong kroni
dan pejabat korup-nya. Totalnya sekitar 80 trilyun rupiah.Globalisasi berarti
modal – uang besar – yang dapat dipindahkan kemana dan kapan saja dengan aman.
Tahun 1998, modal jangka pendek tiba-tiba berpindah ke Asia dan hanya dalam
semalam mampu melumpuhkan ekonomi Asia.Seiring dengan krisis ekonomi, Indonesia
nyaris terjadi revolusi. Soeharto dipaksa mundur setelah puluhan tahun berhasil
mencuri uang 150 trilyun rupiah. Selama lebih dari
30 tahun berkuasa, Soeharto membagikan hasil rampasannya untuk keluarga dan
kroninya. Semua jaringan kekuasaan nasional dimiliki mereka. Mulai dari stasiun
televisi hingga monopoli angkutan taxi. Bermobil dari bandara Jakarta kita
bahkan harus membayar bea jalan tol kepada anak perempuan Soeharto. Bangunan-bangunan yang belum selesai
ini adalah tanda hasil korupsi di Asia kini, yang oleh Bank Dunia disebut-sebut
sebagai keajaiban ekonomi.
Jeffrey Winters dari Universitas
Northwestern, AS mengatakan: Bank digambarkan sebagai agen pembangunan
ekonomi yang memfokuskan diri pada pengurangan kemiskinan. Sebenarnya bank yang
beroperasi selama Perang Dingin adalah sebuah lembaga yang mengumpulkan
penghasilan rakyat kepada rezim otoriter di negara dunia ketiga yang mendukung
Barat dalam Perang Dingin. Suatu ironi jika Barat yang selama Perang Dingin
mengklaim memperjuangkan demokrasi dan membela kebebasan namun, kenyataannya
menyokong kediktatoran seperti di Indonesia dan juga di seluruh dunia. Apa yang
mereka perbuat adalah memberikan banyak proyek, beberapa memang berguna, namun
kebanyakan tidak. Pejabat Indonesia melihat proyek-proyek tersebut adalah
kesempatan untuk memperkaya dan hidup mewah. Pencurian yang terakumulasi selama
Orde Baru Soeharto, sekitar 3 dekade sebesar 10 milyar dolar dari jumlah keseluruhan
sekitar 30 milyar dolar pinjaman luar negeri.
Ketika John Pilger menanyakan kepada auditor umum Bank Dunia, bagaimana
jika rakyat Indonesia atau pemerintah menuntut Bank Dunia ke pengadilan dunia
untuk mengganti kerugian uang tersebut. Warga negara yang memikul hutang itu
kan tidak pernah mendapatkan uang tersebut. Jadi mengapa mereka harus membayar
hutang? Dan jawabnya adalah “Kami bisa bangkrut”. John Pilger: “Mengapa?” Dan
jawabnya, “Karena ini terjadi di seluruh dunia”. Selanjutnya John Pilger
mewawancarai pimpinan ekonom Bank Dunia, Nicholas Stern, yang seolah-olah
berlepas tangan atas kerusakan berbagai sendi negara akibat rezim Soeharto.
Jika dikaitkan dengan
teori, Film dokumenter karya John Pilger membuka mata kita tentang makna
globalisasi dan implementasinya bagi indonesia. Theotonio
Dos Santos dalam teori ketergantungan (dependency theory), mengatakan bahwa teori
ketergantungan ini sebagai keadaan dimana kehidupan ekonomi negara – negara
tertentu yaitu negara dunia ketiga dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi
dari kehidupan ekonomi negara – negara lain yaitu negara maju. Negara negara
dunia ketiga hanya akan berperan sebagai penerima dari akibat dan negara maju
akan menikmati limpahan kapital yang terus menerus mengalir. Negara dunia
ketiga ini, setelah disentuh oleh kapitalis maju, bukan malah maju mengikuti
alur dan perkembangan pembangunan dunia maju namun malah akan menjadi
terbelakang dan tereksploitasi.
Hal ini
karena negara-negara dunia ketiga yang prakapitalis memiliki karakter dan
dinamika tersendiri, sehingga bila
disentuh oleh negara maju belum tentu akan akan maju justru perkembangannya akan
terhambat. Dos Santos menguraikan 3 bentuk ketergantungan:
1. Ketergantungan
kolonial
Terjadi
penjajahan dari negara pusat ke negara pinggiran. Kegiatan ekonominya adalah
ekspor barang-barang yang dibutuhkan negara pusat. Hubungan penjajah – penduduk
sekitar bersifat eksploitatif.
2. Ketergantungan Finansial-Industrial
Negara
pinggiran merdeka tetapi kekuatan finansialnya masih dikuasai oleh
negara-negara pusat. Ekspor masih berupa barang – barang yang dibutuhkan negara
pusat. Negara pusat menanamkan modalnya baik langsung maupun melalui kerjasama
dengan pengusaha lokal.
3. Ketergantungan
Teknologis-Industrial
Bentuk ketergantungan baru. Kegiatan ekonomi di negara
pinggiran tidak lagi berupa ekspor bahan mentah untuk negara pusat. Perusahaan
multinasional mulai menanamkan modalnya di negara pinggiran dengan tujuan untuk
kepentingan negara pinggiran. Walaupun demikian Dos Santos sendiri mengatakan
bahwa teknologi dan paten sebenarnya itu masih dikuasai oleh negara maju. Jika
demikian maka struktur produksi pada proses indistrialisasi di dunia ketiga
adalah : 1. Upah yang dibayarkan kepada buruh rendah sehingga
daya beli buruh rendah. 2. Teknologi padat modal memunculkan industri modern,
sehingga menghilangkan lapangan kerja yang sudah ada. Menciptakan lapangan
kerja baru yang jumlahnya lebih sedikit. Larinya keuntungan ke luar negeri
membuat ketiadaan modal untuk membentuk industri nasional sendiri. Jika fakta
yang ada dilapangan adalah seperti itu maka sebenarnya sistem ekonomi
kapitalisme bukan merupakan solusi yang tepat jika diterapkan di negara dunia
ketiga seperti indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Globalisasi merupakan penjajahan model baru. Globalisasi bukanlah solusi
terhadap kemiskinan dan pengangguran di negara-negara ketiga khususnya
Indonesia. Globalisasi hanya menguntungkan pengusaha bermodal besar dengan upah
buruh dan kondisi kerja yang jauh dari kata layak. Globalisasi hanya
menciptakan kesenjangan ekonomi dan sosial kian kentara, yang kaya semakin kaya
dan yang miskin semakin miskin. Untuk tujuan memperkaya diri, Pemimpin rezim
orde baru pun berkerjasama dengan pengusaha asing atas nama globalisasi. Hingga
saat ini Indonesia terus didikte oleh pihak asing (IMF, WTO, dan World Bank).
3.2 Saran
Indonesia seharusnya mampu berdiri sendiri tanpa didikte oleh IMF dan
World Bank. Sudah saatnya Indonesia menyerukan stop globalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Pilger,
John. 2002. The New Rules of The Word. FF Stream Production.
Riviansya,
Nikris. ____. Cerita Nasib Buruh
Indonesia “The New Rules of The Word”. http://nikris_riviansya.com., diakses 1
November 2014.
Lucky Club: Review - Get up to £400 + 200 Free Spins at
ReplyDeleteLucky Club is operated by Lucky Club, an award-winning global gambling company. The group has grown steadily under the luckyclub tutelage of